Rabu, 11 Agustus 2010

ASKEP HIPERTENSI





  1. TEORI
    Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mm Hg
    atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, ).

    Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG
    dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,).

    Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
    sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg atau
    lebih. (Barbara Hearrison )
    Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah
    peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan sistolik lebih dari 140
    mmHg dan diastolic lebih dari 90 mmHg.
    Etiologi
    Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi
    terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan
    perifer
    Namun ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
    1. Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau
      transport Na.
    2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
      tekanan darah meningkat.
    3. Stress Lingkungan
    4. Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua serta
      pelabaran pembuluh darah.
    Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
    1. Hipertensi Esensial (Primer)
      Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti
      genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system
      rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.
    2. Hipertensi Sekunder
      Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal. Penggunaan
      kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.
    Patofisiologi
    Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke sel
    jugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Dan
    apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin
    yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada
    angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh
    darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.

    Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan
    retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan
    darah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan
    pada organ organ seperti jantung.
    Manifestasi klinis
    Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah meningkatkan
    tekanan darah > 140/90 mmHg, sakit kepala, epistaksis, pusing/migrain,
    rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang kunang, lemah dan lelah,
    muka pucat suhu tubuh rendah.
    Komplikasi
    Organ organ tubuh sering terserang akibat hipertensi anatara lain mata
    berupa perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan,
    gagal jantung, gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah otak.
    Penatalaksanaan
    Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis penatalaksanaan:
    1. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
      • Diet
        Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan
        tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan
        kadar adosteron dalam plasma.
      • Aktivitas.
        Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
        batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,
        bersepeda atau berenang.
    2. Penatalaksanaan Farmakologis.
      Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
      pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
      1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
      2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
      3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
      4. Tidak menimbulakn intoleransi.
      5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
      6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
      Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti
      golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,
      golongan penghambat konversi rennin angitensin.
    Test diagnostic.
    1. Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
      (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
      hipokoagulabilitas, anemia.
    2. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
    3. Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
      diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
    4. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan
      ada DM.
    5. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
    6. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang
      P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
    7. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,
      perbaikan ginjal.
    8. Poto dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
      pembesaran jantung.
  2. PATHWAYS
    Pathways dapat dilihat disini
  3. ANALISA DATA
    NOTGL / JAMDATAPROBLEMETIOLOGI
    1Diisi pada saat tanggal pengkajianBerisi data subjektif dan data objektif yang didapat dari pengkajian keperawatanmasalah yang sedang dialami pasien seperti gangguan pola nafas, gangguan keseimbangan suhu tubuh, gangguan pola aktiviatas,dllEtiologi berisi tentang penyakit yang diderita pasien
  4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
    • Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh darah.
    • Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
    • Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepela berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler cerebral.
    • Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi in adekuat, keyakinan budaya, pola hidup monoton.
    • Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistic.
    • Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan kurangn
  5. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
    NODIAGNOSA KEPERAWATANTUJUANPERENCANAAN
    1Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi
    pembuluh darah.
    Curah jantung kembali normal. Dengan Kriteria Hasil :
    Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah / beban
    kerja jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat
    diterima, memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentang
    normal pasien.
    1. Observasi tekanan darah (perbandingan dari tekanan memberikan gambaran
      yang lebih lengkap tentang keterlibatan / bidang masalah vaskuler).
    2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer (Denyutan
      karotis,jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati / palpasi.
      Dunyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi
      (peningkatan SVR) dan kongesti vena).
    3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas. (S4 umum terdengar pada
      pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium, perkembangan S3
      menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels,
      mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya
      atau gagal jantung kronik).
    4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
      (adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat
      mencerminkan dekompensasi / penurunan curah jantung).
    5. Catat adanya demam umum / tertentu. (dapat mengindikasikan gagal
      jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler).
    6. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas / keributan
      ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal. (membantu untuk
      menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi).
    7. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi. (dapat
      menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek tenang,
      sehingga akan menurunkan tekanan darah).
    8. Kolaborasi dengan dokter dlam pembrian therafi anti
      hipertensi,deuritik. (menurunkan tekanan darah).
    2Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak
    seimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
    aktivitas kembali normal.
    Kriteria Hasil :
    Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan,
    melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
    1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter :
      frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan
      TD, dipsnea, atau nyeridada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat,
      pusig atau pingsan. (Parameter menunjukan respon fisiologis pasien
      terhadap stress, aktivitas dan indicator derajat pengaruh kelebihan kerja
      / jantung).
    2. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan
      / kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian pada
      aktivitas dan perawatan diri. (Stabilitas fisiologis pada istirahat
      penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual).
    3. Dorong memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri. (Konsumsi
      oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah
      oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan
      tiba-tiba pada kerja jantung).
    4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi,
      menyikat gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya. (teknik penghematan
      energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan
      suplai dan kebutuhan oksigen).
    5. Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas.
      (Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan
      mencegah kelemahan).
    3Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepela berhubungan dengan peningkatan
    tekanan vaskuler cerebral.
    Nyeri berkurang atau teratasi
    Kriteria Hasil :
    Melaporkan nyeri / ketidak nyamanan tulang / terkontrol, mengungkapkan
    metode yang memberikan pengurangan, mengikuti regiment farmakologi yang
    diresepkan.
    1. Pertahankan tirah baring selama fase akut. (Meminimalkan stimulasi /
      meningkatkan relaksasi).
    2. Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala,
      misalnya : kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher serta teknik
      relaksasi. (Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dengan
      menghambat / memblok respon simpatik, efektif dalam menghilangkan sakit
      kepala dan komplikasinya).
    3. Hilangkan / minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan
      sakit kepala : mengejan saat BAB, batuk panjang,dan membungkuk. (Aktivitas
      yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya
      peningkatkan tekanan vakuler serebral).
    4. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan. (Meminimalkan penggunaan
      oksigen dan aktivitas yang berlebihan yang memperberat kondisi klien).
    5. Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien itirahat selama 1 jam setelah
      makan. (menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja pencernaan).
    6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas,
      diazepam dll. (Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf
      simpatis).
    4Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
    nutrisi in adekuat, keyakinan budaya, pola hidup monoton.
    Kebuituhan nutrisi terpenuhi.
    Kriteria hasil :
    klien dapat mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dengan kegemukan,
    menunjukan perubahan pola makan, melakukan / memprogram olah raga yang
    tepat secara individu.
    1. Kaji pemahaman klien tentang hubungan langsung antara hipertensi dengan
      kegemukan. (Kegemukan adalah resiko tambahan pada darah tinggi, kerena
      disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung berkaitan
      dengan masa tumbuh).
    2. Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan
      lemak,garam dan gula sesuai indikasi. (Kesalahan kebiasaan makan menunjang
      terjadinya aterosklerosis dan kegemukan yang merupakan predisposisi untuk
      hipertensi dan komplikasinya, misalnya, stroke, penyakit ginjal, gagal
      jantung, kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan intra vaskuler
      dan dapat merusak ginjal yang lebih memperburuk hipertensi).
    3. Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan. (motivasi untuk
      penurunan berat badan adalah internal. Individu harus berkeinginan untuk
      menurunkan berat badan, bila tidak maka program sama sekali tidak
      berhasil).
    4. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet. (mengidentivikasi
      kekuatan / kelemahan dalam program diit terakhir. Membantu dalam
      menentukan kebutuhan inividu untuk menyesuaikan / penyuluhan).
    5. Tetapkan rencana penurunan BB yang realistic dengan klien, Misalnya :
      penurunan berat badan 0,5 kg per minggu. (Penurunan masukan kalori
      seseorang sebanyak 500 kalori per hari secara teori dapat menurunkan berat
      badan 0,5 kg / minggu. Penurunan berat badan yang lambat mengindikasikan
      kehilangan lemak melalui kerja otot dan umumnya dengan cara mengubah
      kebiasaan makan).
    6. Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasukkapan
      dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan perasaan sekitar saat
      makanan dimakan. (memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang
      dimakan dan kondisi emosi saat makan, membantu untuk memfokuskan perhatian
      pada factor mana pasien telah / dapat mengontrol perubahan).
    7. Intruksikan dan Bantu memilih makanan yang tepat , hindari makanan
      dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es krim, daging dll)
      dan kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk kalengan,jeroan).
      (Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting dalam
      mencegah perkembangan aterogenesis).
    8. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi. (Memberikan konseling dan
      bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet individual).
    5Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak
    efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistic.
    Koping individu menjadi efektif
    Kriteria hasil :
    Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan konsekkuensinya, menyatakan
    kesadaran kemampuan koping / kekuatan pribadi, mengidentifikasi potensial
    situasi stress dan mengambil langkah untuk menghindari dan mengubahnya.
    1. Kaji keefektipan strategi koping dengan mengobservasi perilaku,
      Misalnya : kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan
      berpartisipasi dalam rencana pengobatan. (Mekanisme adaptif perlu untuk
      megubah pola hidup seorang, mengatasi hipertensi kronik dan
      mengintegrasikan terafi yang diharuskan kedalam kehidupan sehari-hari).
    2. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan
      konsentrasi, peka rangsangan, penurunan toleransi sakit kepala, ketidak
      mampuan untuk mengatasi / menyelesaikan masalah. (Manifestasi mekanisme
      koping maladaptive mungkin merupakan indicator marah yang ditekan dan
      diketahui telah menjadi penentu utama TD diastolic).
    3. Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan
      strategi untuk mengatasinya. (pengenalan terhadap stressor adalah langkah
      pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap stressor).
    4. Libatkan klien dalam perencanaan perwatan dan beri dorongan partisifasi
      maksimum dalam rencana pengobatan. (keterlibatan memberikan klien
      perasaan kontrol diri yang berkelanjutan. Memperbaiki keterampilan koping,
      dan dapat menigkatkan kerjasama dalam regiment teraupetik.
    5. Dorong klien untuk mengevaluasi prioritas / tujuan hidup. Tanyakan
      pertanyaan seperti : apakah yang anda lakukan merupakan apa yang anda
      inginkan ?. (Fokus perhtian klien pada realitas situasi yang relatif
      terhadap pandangan klien tentang apa yang diinginkan. Etika kerja keras,
      kebutuhan untuk kontrol dan focus keluar dapat mengarah pada kurang
      perhatian pada kebutuhan-kebutuhan personal).
    6. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan
      hidup yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan ketibang membatalkan tujuan
      diri / keluarga. (Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara
      realistic untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak berdaya).
    6Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi
    Pengetahuan kliententang proses penyakit meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan
    Kriteria hasil :
    • Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regiment pengobatan.
    • Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang
      perlu diperhatikan. Mempertahankan TD dalam parameter normal.
    1. Bantu klien dalam mengidentifikasi factor-faktor resiko kardivaskuler
      yang dapat diubah, misalnya : obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan
      kolesterol, pola hidup monoton, merokok, dan minum alcohol (lebih dari 60
      cc / hari dengan teratur) pola hidup penuh stress. (Faktor-faktor resiko
      ini telah menunjukan hubungan dalam menunjang hipertensi dan penyakit
      kardiovaskuler serta ginjal).
    2. Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat.
      (kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan sejahtera yang
      sudah lama dinikmati mempengaruhi minimal klien / orang terdekat untuk
      mempelajari penyakit, kemajuan dan prognosis. Bila klien tidak menerima
      realitas bahwa membutuhkan pengobatan kontinu, maka perubahan perilaku
      tidak akan dipertahankan).
    3. Kaji tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab, tanda dan
      gejala, pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut. (mengidentivikasi
      tingkat pegetahuan tentang proses penyakit hipertensi dan mempermudahj
      dalam menentukan intervensi).
    4. Jelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi
      (pengertian,penyebab,tanda dan gejala,pencegahan, pengobatan, dan akibat
      lanjut) melalui penkes. (Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan klien
      tentang proses penyakit hipertensi).

ASKEP ANAK DENGAN THYPOID Di RSUD

  1. TEORI
    Pengertian
    Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, ).
    Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer).
    Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer ).
    Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (.Seoparman).
    Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M.).
    Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.
    Etiologi
    Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
    Patofisiologi
    Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
    Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
    Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang
    Manifestasi Klinik
    Masa tunas typhoid 10 – 14 hari
    1. Minggu I
      pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
    2. Minggu II
      pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.
    Komplikasi
    1. Komplikasi intestinal
      1. Perdarahan usus
      2. Perporasi usus
      3. Ilius paralitik
    2. Komplikasi extra intestinal
      1. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis
      2. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
      3. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis
      4. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
      5. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
      6. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
      7. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
    Penatalaksanaan
    1. Perawatan
      1. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
      2. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
    2. Diet
      1. Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein
      2. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
      3. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
      4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
    3. Obat-obatan
      1. Klorampenikol
      2. Tiampenikol
      3. Kotrimoxazol
      4. Amoxilin dan ampicillin
    Pencegahan
    Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas
    Pemeriksaan Penunjang
    Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
    1. Pemeriksaan leukosit
      Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
    2. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
      SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
    3. Biakan darah
      Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
      1. Teknik pemeriksaan Laboratorium
        Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
      2. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
        Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
      3. Vaksinasi di masa lampau
        Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
      4. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
        Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
    4. Uji Widal
      Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
      1. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
      2. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
      3. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
      Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
      Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :
      1. Faktor yang berhubungan dengan klien :
        • Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
        • Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
        • Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut
        • Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
        • Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.
        • Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
        • Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah
        • Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.
      2. Faktor-faktor Teknis
        • Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.
        • Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
        • Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.
    Tumbuh kembang anak usia 6 - 12 tahun
    Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan cirri sex sekundernya.
    Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.
    1. Motorik kasar
      • Loncat tali
      • Badminton
      • Memukul
      • motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap meningkatkan irama dan keleluasaan.
    2. Motorik halus
      • Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan
      • Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.
    3. Kognitif
      • Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi
      • Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah
      • Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal
      • Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang
    4. Bahasa
      • Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
      • Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung dan kata depan
      • Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal
      • Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan
    Dampak Hospitalisasi
    Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.
    Penyebab anak stress meliputi ;
    1. Psikososial
      Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran
    2. Fisiologis
      Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri
    3. Lingkungan asing
      Kebiasaan sehari-hari berubah
    4. Pemberian obat kimia
    Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)
    • Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya
    • Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri
    • Selalu ingin tahu alasan tindakan
    • Berusaha independen dan produktif
    Reaksi orang tua
    • Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan
    • Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit
  2. PATHWAYS
    Pathways dapat dilihat disini
  3. ANALISA DATA
    NOTGL / JAMDATAPROBLEMETIOLOGI
    1Diisi pada saat tanggal pengkajianBerisi data subjektif dan data objektif yang didapat dari pengkajian keperawatanmasalah yang sedang dialami pasien seperti gangguan pola nafas, gangguan keseimbangan suhu tubuh, gangguan pola aktiviatas,dllEtiologi berisi tentang penyakit yang diderita pasien
  4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
    • Resti ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit b.d hipertermi dan muntah.
    • Resti gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.
    • Hipertermi b.d proses infeksi salmonella thypi.
    • Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik.
    • Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat.
  5. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
    NODIAGNOSA KEPERAWATANTUJUANPERENCANAAN
    1Resti ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit b.d hipertermi dan muntah.
    Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi Dengan Kriteria Hasil :
    • Membran mukosa bibir lembab,
    • tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal,
    • tanda-tanda dehidrasi tidak ada
    1. Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh
    2. pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap hari pada waktu dan jam yang sama,
    3. catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi lambung.
    4. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari,
    5. kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl)
    6. kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.
    2Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
    Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi
    Kriteria Hasil :
    • Nafsu makan bertambah
    • menunjukkan berat badan stabil/ideal,
    • nilai bising usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit)
    • konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat.
    1. Kaji pola nutrisi klien
    2. kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien,
    3. anjurkan tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut,
    4. timbang berat badan tiap hari.
    5. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering,
    6. catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung,
    7. kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet,
    8. kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antiemetik seperti (ranitidine).
    3Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi
    Hipertermi teratasi
    Kriteria Hasil :
    • Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal
    • bebas dari kedinginan
    • tidak terjadi komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.
    1. Observasi suhu tubuh klien
    2. anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien,
    3. beri kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas,
    4. anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun,
    5. kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik.
    4Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik
    Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
    Kriteria hasil :
    • Mampu melakukan aktivitas,
    • bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan otot.
    1. Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung,
    2. bantu kebutuhan sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAK,
    3. bantu klien mobilisasi secara bertahap,
    4. dekatkan barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja klien
    5. kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin sesuai indikasi.
    5Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive
    Infeksi tidak terjadi
    Kriteria hasil :
    • eritema, (-)
    • bengkak (-)
    • Tanda-tanda infeksi (-)
    • sekresi purulen/drainase (-)
    • febris.(-)
    1. Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR).
    2. Observasi kelancaran tetesan infus,
    3. monitor tanda-tanda infeksi
    4. antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus.
    5. kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.
    6Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat
    Pengetahuan keluarga meningkat
    Kriteria hasil :
    • Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup
    • Orang tua berpartisipasi dalam proses perawatan.
    1. Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya,
    2. Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien,
    3. beri kesempatan keluaga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti,
    4. beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat,
    5. pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya jawab dan demonstrasi
    6. tanyakan apa yang tidak di ketahui klien,
    7. libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien